POSTMODERNISME
(Disusun Untuk
Memenuhi Tugas Matakuliah UAS Filsafat)
Dosen
Pengampu:
Muchtar
W Oetomo, S. Sos, M.A
Di susun oleh : Intan Shurullah Nurlayli
NIM
: 140531100068 (B)
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
FAKULTAS ILMU SOSIAL dan ILMU BUDAYA
PRODI KOMUNIKASI
2014
A.
POSMODERNISME
Pada zaman kita hidup saat ini dikenal dengan zaman
postmodern dimana
perkembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan sangat pesat. Seleruh pengembangan tersebut bertujuan untuk
memberikan kemudahan dan kelancaran manusia dalam melakukan aktifitasya
sehari-hari. Pemikiran pada perioede ini memfokuskan diri pada teori kritis
yang berbasis pada kemajuan dan emansipasi. Kemajuan dan emansipasi adalah dua
hal yang saling berkaitan, seperti yang dinyatakan oleh Habermas bahwa keberadaan
demokrasi ditunjang oleh sains dan teknologi.
Postmodern merupakan
kritik atas masyarakat modern dan kegagalannya memenuhi janji-janjinya.
Postmodern juga cenderung mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan
modernitas, yaitu akumulasi pengalaman peradaban barat.
Postmodernisme bersifat relative.
Kebenaran bersifat relative, kenyataan (realita) adalah relative, dan keduanya
menjadi konstruk yang tidak bersambungan
satu sama lain.
Istilah
postmodernist, pertama kali dilontarkan oleh Arnold Toynbee pada tahun 1939
lewat bukunya yang berjudul Study of
History. Secara etimologis postmodern terdiri dari dua kata yaitu “post” dan “modern”. Kata post yang berarti “later of after” dan modern. Selain itu, menurut kubu
postmodernisme lainnya “post” berarti
melampui kematian modernism (Muzairi, 2009:148). Sedangkan secara terminologis
postmodern merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalannya memenuhi
janji-janjinya.
B.
LATAR
BELAKANG LAHIRNYA POSTMODERNISME
Pada
tahun 1970-an Jean Francois Lyotard lewat karyanya The Postmodern Condition: A Report and Knowladge menolak ide dasar
filsafat modern. Menurut Lyotard, aliran modernism dianggap bergantung dan
terpaku pada grand narrative
(cerita-cerita besar) dan kemapanan filsafat yang hanya mengandalkan akal.
“The Grand
Narrative” yang dianggap sebagai dongeng hayalan hasil karya masa
Modernitas. Pada dasarnya, postmodern muncul sebagai reaksi terhadap fakta
tidak pernah tercapainya impian yang dicta-citakan dalam era modern. Era modern yang berkembang antara abad kelima
belas sampai dengan delapan belas- dan mencapai puncaknya pada abad Sembilan
belas dan dua puluh awal- memiliki cita-cita yang tersimpul dalam lima
kata,yaitu: reason, nature, happiness,
progress dan liberty. Semangat
ini harus diakui telah menghasilkan kemajuan yang pedat dalam berbagai bidang
kehidupan dalam waktu yang relative singkat. Nampaknya, mimpi untuk memiliki
dunia yang lebih baik dengan modal pengetahuan berhasil terwujud. Namun, tidak
lama,sampai kemudian ditemukan juga begitu banyak dampak negative dari ilmu
pengetahuan bagi dunia.teknologi mutakhir ternyata sangat membahayakan dalam
peperangan dan efek samping kimiawi justru merusak lingkungan hidup. Dengan
demikian, mimpi orang-orang modernis ini tidaklah berjalan sesuai harapan.
(Surya, http://suyadian.wordpress.com/2010/17/06mengenal-postmodern/).
Rasionalitas
modern gagal menjawab kebutuhan manusai secara utuh. Ilmu pengetahuan terukti tidak
dapat menyelesaikan semua masalah manusia. Teknologi juga tidak memberikan
waktu senggang bagi manusia untuk beristirahat dan menikmati hidup. Saai ini,
teknologi telah berhasil menciptakan alat-alat yang memudahkan kerja manusia.
Berangkat dari perbedaan mimpi kenyataan modernism inilah
postmodern muncul dan berkembang. Akhirnya,pemikiran postmodern ini mulai
mempengaruhi berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam bidang filsafat, ilmu
pengetahuan, dan sosiologi. Postmodern akhirnya menjadi kritik kebudayaan atas
modernitas. Apa yang dibanggakan oelh pikiran modern, sekarang dikutuk, dan apa
yang dahulu dipandang rendah, sekarang justru dihargai.
C.
TOKOH
DAN AJARAN FILSAFAT POSTMODERNISME
A.
Jean
Francois Lyotard (1924-1998)
Meruakan
pemikir postmodern yang penting karena ia memberikan
pendasaran filsofis pada gerakan
podtmodern. Penolakannya terhadap konsep Narasi Besar serta pemikirannya yang
mengemukakan konsep perbedaan dan language game sebagai alternative terhadap
kesatuan (unity).
B.
Jan
Mukarovsky
Aliran
inilah yang disebut struturalisme dinamik. Sebagai pengikut
kelompok formalis, ia memandang
bahwa aspek estetis dihasilkan melalui fungsi puitika bahasa, seperti
deomatisasi, membuat aneh, penyimpangan, adn pembongkaran norm-norma lainnya. Meskipun
demikian, ia melangkah lebih jauh, aspek estetika melalui karya seni sebagai
tanda, karya sastra sebagai fakta transindividual. Singkatnya, karya sastra
harus dipahami dalam kerangka konteks sosial, aspek estetis terikat dengan
entitas sosial tertentu. Peran
penting Mukarovsky adalah kemampuannya untuk menunjukkan dinamika antara
totalitas karya dengan totalitas pembaca sebagai penanggap. Ia membawa karya
sastra sebagai dunia yang otonom tetapi selalu dalam kaitannya dengan tanggapan
pembaca yang berubah-ubah. Menurutnya, sebagai struktur dinamik, karya sastra
selalu baerada dalam tegangan antara penulis, pembaca, kenyataan, dan karya itu
sendiri.
C.
Jacqus Derrida (1930-2004)
Jacques Derrida adalah filsuf dari post modern, dia
terkenal sebagai
filsuf dekonstruksi yang
menyatakan bahwa arti dari suatu bahasa tidak dapat dipastikan secara mutlak
hanya dengan mengartikan sistem tanda atau sign yang digunakan, tetapi
memerlukan konteks saat tanda-tanda itu digunakan. Derrida merubaha pemikiran
zaman dahulu yang ridak sepakat dengan pendewaan rasio. Pemikiran
Derrida yang paling berpengaruh adalah tentang dekonstruksi. Pijakan awal
pemikiran Derrida adalah tentang strukturalisme bahasa dengan arti sebuah tanda
atau sign dan penolakan terhadap logosentrisme. Logosentrisme merupakan suatu
rasionalisme yang menjelaskan bahwa sesuatu dapat dihadirkan lewat bahasa atau
teks.
D.
Roman Osipocich Jakobson
Pusat
perhatiannya adalah integrasi bahasa dan sastra sesuai dengan tulisannya yang
berjudul “Linguistics and Poetics”. Jakobson melukisakan antar hubungan
tersebut dengan mensejajarkan enam faktor bahasa dan enam fungsi bahasa yang
disebut poetic function of lenguage.
E.
Hans Robert
Jauss
Tujuan pokok Jauss adalah memebongkar
kecenderungan sejarah
sastra
tradisional yang dianggap bersifat universal teleologis, sejarah sastra yang
lebih banyak berkaitan dengan sejarah nasional, sejarah umum, dan rangkaian
periode.
F.
Jurij Mikhailovich Lotman
Konsep dasar yang dikemukakan adalah
peranan bahasa sebagai
sistem
model pertama (ein primares modellbildendens system) (PMS)
sekaligus sebagai sistem model kedua (ein sekundares modellbildendes system)
(SMS), seperti sastra, film, seni, musik, agama, dan mitos.
D.
SUMBANGSIH
FILSAFAT POSTMODERNISME
a.
Postmodern Dalam Bidang Agama
Sumbangsih postmodernisme bagi agama, yakni
paradigma berpikir dan cara beragama yang baru, manusia mempunyai hubungan
dengan realitas tertinggi yakni Allah. Sebab, modernisme melupakan sisi manusia yang lain yakni
kesadaran akan kekuatan yang diluar dirinya.
b.
Postmodern Dalam Bidang Ilmu pengetahuan
Sumbangsih filsafat postmodernisme terhadap
ilmu pengetahuan dan
teknologi
di jelaskan oleh Toffler yang manggambarkan peradaban pasca-modern itu
sebagai datangnya industri-industri baru
yang didasarkan pada komputer, elektronik, informasi, bioteknologi.
c.
Postmodern Dalam Bidang Seni
Sebaliknya seni
postmodern berangkat dengan kesadaran adanya hubungan erat antara miliknya dan
milik orang lain. Karena itulah, seni postmodern menganut keanekaragaman gaya
atau "multivalence". Kalau
modern menyukai "murni." maka postmodern menyukai "tidak
murni."
Pada dasarnya seni postmodern tidak eksklusif
dan sempit tetapi
berbauran
(sintetis). Karya seni tersebut dengan bebas memasukkan berbagai macam kondisi,
pengalaman, dan pengetahuan jauh melampaui obyek yang ada. Banyak seniman postmodern menggabungkan
keanekaragaman dengan teknik pencampuradukan.
d.
Postmodern Dalam Bidang Teater
Teater adalah wujud
penolakan postmodern terhadap modern yang paling jelas. Etos postmodern menyukai tragedi, dan tragedi
selalu ada dalam setiap karya seni. Kaum postmodern melihat hidup ini seperti
sebuah kumpulan cerita sandiwara yang terpotong-potong. Maka teater adalah
sarana terbaik untuk menggambarkan tragedi dan pertunjukan.
Teater postmodern menampilkan usulan-usulan
para ahli di atas.
Mereka
membuat berbagai elemen dalam teater, seperti suara, cahaya, musik, bahasa,
latar-belakang, dan gerakan saling berbenturan. Dengan demikian, teater
postmodern sedang menggunakan teori tertentu yang disebut dengan estetika
ketiadaan (berbeda dengan estetika kehadiran).
e.
Postmodern Dalam Bidang Tulisan-Tulisan Fiksi
Tulisan fiksi postmodern menggunakan teknik
pencampuradukan. Beberapa penulis mengambil elemen-elemen tradisional dan
mencampurkannya secara berantakan untuk menyampaikan suatu ironi mengenai
topik-topik yang biasa dibahas. Bahkan beberapa penulis lainnnya mencampurkan
kejadian nyata dan khayalan. Beberapa penulis postmodern memusatkan perhatian kepada tokoh-tokoh
khayalan dengan segala perilakunya. Beberapa penulis postmodern mencampuradukkan yang nyata dan yang
khayal dengan menyisipkan diri mereka ke dalam cerita itu.
f. Postmodernisme Dalam Bidang Pendidikan
Ruang pendidikan
tidak lagi harus berada pada ruang-ruang sempit, yang bernama sekolah,
melainkan juga harus dimainkan oleh masyarakat, entah itu melalui pendidikan
alternatif maupun melalui pendidikan luar sekolah.
Postmodernisme yang mengusung tema pluralitas, heterogenitas serta
deferensiasi adalah bukti betapa pendidikan harus disebarkan melalui kerja-kerja
yang tidak harus dibebankan pada sekolah.
ü
Ketika postmodern mulai memasuki
ranah filsafat , post dalam postmodern tidak dimaksudkan sebagai sebuah periode
atau waktu, tetapi lebih merupakan sebuah konsep yang hendak melampaui segala
hal modern. Konsep postmodernitas yang sering disingkat sebagai postmodern ini
sebagai postmodern ini sebagai kritik atas realitas postmodernitas yang
dianggap telah gagal dan melankutkan proyek pencerahannya.
ü
Nafas utama dari postmodern
adalah penolakan atas narasi-narasi yang muncul pada dunia modern dengan
ketunggalan terhadap pengagungan akal budi dan mulai memberi tempat bagi
narasi-narasi kecil, lokal, dan beranekaragam untuk bersuara dan menampakkan
dirinya.
ü
Narasi besar yaitu rasional para
pemikir. Contoh dari “Grand Narative” dalam dunia pendidikan adalah menciptakan
IPK, sehingga akhirnya terjebak sendiri oleh pemikiran mereka. Contoh lain
yaitu kekayaan dengan pemikiran atau rasio dengan banyak uang kita akan kaya,
dengan kaya dan banyak uang kita akan mempunyai segalanya dan kita akan
mendapatkan kebahagiaan, padahal pada akhirnya kita akan terjebak sendiri oleh
pemikiran kita, dimana kekayaan belum tentu membuat diri bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar